Friday, November 02, 2007

TRIP PALASARI : the real all mountain trail, Sept 2, 2007

Oleh Heru 3G a.k.a “Truk Container 40ft yang salah gaul”

dari http://mtbroger.multiply.com/reviews/item/10

Assalamu'alaikum .
Wah!! minggu yang riweh dengan urusan kantor membuat diriku ndak sempet nulis trip report Palasari hari Ahad satu minggu yang lalu. Padahal sedemikian banyak yang ingin di sharing dan ditumpahkan dalam tulisan ini dan juga banyak sms, talipon serta emil yang menanyakan trip report ini (waham mode on), jadi selesai ndak selesai trip report harus dikumpulkan biar bisa segera dikasih ponten sama Aa Gumilar van Cicaheum. Kembali diucapkan tararengkyu kepada Mener AM dan barudak TERJAL yang dengan cepat bisa menyelesaikan masalah ndak bisa dipakainya jalur sapedahan siweh, langsung pindah ke palasari dengan mulusnya, trip yang ndak kalah menyenangkannya… so kita masih punya tabungan untuk touring ke Siweh some other time after this fasting ramadhan period.



Seperti biasa rencana touring selalu disambut meriah dan gegap gempita, apalagi pada hari sabtu itu pak Wilman Jess juga ulang tahun yang ke ?? (beliau malu lupa usia) sehingga persiapan loading">disebut, takut dibilang lupus sepeda ke si Koneng pun didahului dengan ransum makan malam yang wuenak (dengan menu lontong+sateayam/kambing+gulai+cocktail). Ditengah riuh rendahnya acara makan sate dan gulai tersebut terdengar telepon dari Mener AM yang sudah ada bandung dalam rangka persiapan siweh ini, dimana dinyataken bahwa Siweh ndak bisa dipakai karena lagi digunakan latihan pak tangtara, so kita takut dong kalo ada peluru nyang nyasar. Sambil nunggu konpirmasi kita tetep keukeuh loading sepeda ke si Koneng, poko’na mah besok tetep harus mboseh touring, kemanapun jadi deh (dasar sudah napsu mode on). Akhirnya sekitar jam setengah sebelas malem dapat kepastian akan ke PALASARI “Pengganti Acara Lembang Arah Siweh Alhamdulillah tetep Ramai dan Indah” (semoga)… walhasil malem itu tidur jadi nyenyak karena besok paginya sudah ada kepastian tujuan touring.

Seperti biasa abis subuh langsung ngeluarin trajet, kumpul di taman komplek satu persatu para goweser datang ahgirnya rombongan berangkat dari graha dengan tiga mobil si Kuda, si Trajet, si Espass dan si Koneng sang pembawa sepedah. Di rest area Cikarang sempat nunggu rombongan pesepeda dari Jacyco-Jababeka Cikarang yaitu Om Agung dkk. Dengan Isuzu Panthernya, maklum oom Agung ini kerja di pabrik mesin Isuzu, salam buat wak Haji Siwi ya Oom Agung. Rombongan segera lanjut ke Bandung langsung menuju ke Cicaheum tempat dimana mener AM dibesarkan. Sampai disana nasi uduk sebagai sarapan pagi udah menunggu untuk disantap, sekalian juga ambil jatah pepipela sebagai bekal makan siang. Tabik buat Om Aris dan keluarga, yang mampu merespon perubahan acara dan tempat gowes dengan cepat dan tetap bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan segera bisa memindahkan basecamp dari KPAD ke Cicaheum dengan baik..

Secara umum palasari lebih “manusiawi” dibandingkan dengan trek turunan panjang geleuh, manglayang yang digelar pada kesempatan sebelum ini, tapi yang namanya trek anak Terjal pastilah terasa aroma Terjalnya. Apalagi kalo mereka yang nggowes dari bawah, pastilah melewati tanjakan frustrasi di desa Caringin Tilu itu, la bayangin kita yang di mobil aja empot-empotan waktu jalannya naik, terbukti dari angkot yang disewa buat ngangkut goweser dari Cicaheum ada juga yang ndak kuat nanjak disitu. Hanya dengkul sekualitas XTR dan dipadu dengan semangat juang 45 lah yang bisa lolos ditanjakan itu. Nah kalo saya mah teteup keukeuh milih naik mobil saja, sampe desa terakhir itu.

Oom Ricky Jarambah sebagai yang dipertuan Agung pun mulai membuka acara setelah sebagian besar goweser sampai disana, suara beliau yang menggelegar ditingkahi dengan lenguhan sapi membuat saya sering bingung yang lagi ngabsen ini Oom Ricky apa Oom Sapi (he he just kidding Oom). Intinya pre caution mengenai safety ridding yang memang harus selalu disampaikan dimanapun kita mau bergowes ria, dan harus menjadi sesuatu yang wajib seperti demo pemakaian pelampung oleh cabin crew. Kebayang kan secara kognitif kita saking sering-nya dikasih demo tentang safety flight tentu sudah apal, tapi kalo ada accident beneran pastinya panic mode on akan muncul. Seperti itulah saya memahaminya, karena secara teori tentu sudah tahu, tapi kalo turunan kok ya masih jatuh juga, well kalo nggak karena saya lemot, tentu karena badan saya yang embot itu yang membuat diturunan menjadi agak-agak kurang balance.

Secara teknis rombongan pun dibagi dalam 3 kelompok yaitu first class adalah kelompok orang yang dianggap atau minimal punya anggapan bahwa dirinya mumpuni skillnya, dan kelompok second group adalah yang mereka nanggung.. kuat enggak lemah enggak dan kelompok terakhir adalah kelas dengan perhatian khusus yang terdiri dari para nyubi dan mereka yang “berkelainan” he he he… Belajar dari pengalaman sebelumya dimana seluruh kelompok harus nunggu kelamaan sampai “the last container 40ft” muncul, maka sekarang dibikin aturan setiap kelompok wajib menunggu selama 30 menit pada setiap pos, kalo kelompok berikutnya ndak muncul juga maka kelompok tersebut bisa melanjutkan perjalanannya… iya lah aturan ini lebih fair buat semua pihak.




Tradisi khas Terjal adalah trek selalu diawali dengan TTB, pada 20 menit pertama sudah membuat salah seorang goweser mengalami kehilangan kesadaran (saya kan janji pada B4BE Lutfi untuk nggak nyebut nama goweser yang pingsan itu). Analisa sementara karena kurang pemanasan dan terlalu memaksakan diri untuk kept on gowes ketika tubuh sudah memberi signal untuk TTB… ingat Oom seperti kata pepatah “Malu TTB sesak di nafas”, beruntunglah salah seorang barudak terjal akang Cucu punya keahlian dalam menghadapi situasi seperti ini menurut pengakuan sang goweser yang enggan disebut namanya tersebut ada proses aliran energi tenaga dalam (chi) yang dialirkan oleh kang Cucu sehingga proses recovery nya bisa berjalan dengan cepat, setelah itu dilakukan senam pernafasan untuk mengembalikan kondisi dan kamipun membantu dengan memberikan hitungannya satu, dua, tiga… sampe sepuluh.. dan akhirnya goweser tersebut sehat wal sepeda kembali bahkan entah karena pengaruh tenaga chi kang Cucu yang mengalir maka sang goweserpun sangat perkasa pada etape berikutnya, bahkan pada turunan maut di ujung hutan pinus pun bisa beliau libas dengan penuh semangat dan keberanian… saya curiga hal itu karena efek dari chi yang dialirkan oleh kang cucu, he he he…….

Urusan goweser pingsan beres, selanjutnya sedikit nemu turunan yang agak enak.. welah masalah muncul lagi, kali ini problem teknis dimana patrol pakde Wito nyeplos rem hidrolis belakangnya, setelah dioprek oleh banyak pihak tetap ndak bisa sembuh seperti sediakala, aghirnya pak Fivin sang Ketu bersedia bertukar sepeda dengan Pak Dhe Wito. Inilah kredo seorang ketua yang baik, dimana ada kesulitan disitulah beliau turun tangan, padahal kondisi fisik beliyau lagi agak nggak enak body. Walhasil pak Ketu yang biasanya agak “liar” dan cenderung banyak melakukan lompatan kelinci, pada trip kali ini kelihatan sangat “jinak”, santun dan penuh perhitungan, dimana pada setiap kali nemu turunan yang rodo ekstrim, dengan santunnya beliau turun dari sapedah dan brosot pelan-pelan. La iya lah wong ndak pake rem blakang. Sementara pakdhe Wito yang harus pakai si panci juga ndak berani turun maksimal, maklum bukan sepeda pegangannya.

Trek cenderung dominant nanjak menipu, yaitu jenis tanjakan tidak kentara dengan beda tinggi yang tipis, secara kasat mata ndak kelihatan nanjak tetapi sangat kasat dengkul, karena kayuhan sangat berasa minutes by minutes makin memberat. Sesekali bonus jalan agak mendatar ataupun menurun sedikit.. eh tapi diakhiri dengan tanjakan yang ekstra… hwarakadah… sebelum nemu pos monyet untuk istirohat pertama. Beberapa banci kamera video kemudian pura-pura nggowes di akhir etape menjelang pos monyet ini, untuk menutup sebagian aksi TTB-nya yang tidak terekam kamera. Istirohat di pos monyet cukup lama, ada yg langsung makan siang tp sebagian masih menunda pepipela lunch-nya dan seperti biasa container 40ft menjadi last Mohican yang sampai pada pos ini itupun karena bantuan berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu (ngeles mode on).

Lanjut menuju perjalanan ke pos dua di saung bawah poon bamboo, single trek tidak terlalu menimbulkan rasa frustrasi karena ada kombinasi antara turunan dan tanjakan, ibaratnya pada jalur ke pos dua ini masih menimbulkan harapan, karena kita masih berharap di depan ada turunan. Tapi pada trek ini ada pesepada yang jatuh salto juga i.e Oom Arief yang aghirnya ada tato bebatuan di dengkulnya. Di saung pohon bamboo istrirohat cukup lama, sebagian mengambil pepipela untuk makan siang, ada yg sekedar tetiduran melemaskan dengkul.

Perjalanan dilanjutkan menuju hutan pinus, kembali jenis trek tanjakan menipu berserakan diarea ini, bagi dengkul XTR memang ndak masalah, tapi buat say amah sebagaian besar TTB, mulai dari TTB mandiri sampai TTB secara Team (maksudnya sapedah gue dituntunin). Tapi segala jenis siksaan ini berkahir ketika ketemu turunan hutan pinus… benar-benar mantaf alaina… mak nyossss sampai berakhir pada turunan maut di ujung pinus jelang kebun tomat apa kol ya??? Pada turunan ini hanya yg bernyali dan ber skill tinggi yang bisa meluncur diatas sepedanya dengan selamat. Soalnya kalo yang bisa lewat sih banyak, liwat sambil dituntun ;-))))). Tapi disini Ustadz Ricky Jarambah sempat terjerambah di turunan ini, pas diujung turunan ada selokan kecil yang membuat ban depan beliau stopie, sehingga berat tubuh ustadz ricky yang sebelas dua belas dengan sayapun terlontar dan sepertinya stang sepeda ingin berkontribusi dengan sedikit menorehkan “retak rambut” di tulang iga-nya… semoga lekas sembuh, karena keberadaan akang Ricky emang sangat dibutuhkan (sebenernya sih cuma butuh si Koneng dan pak Yatmannya ;-)))))). Selanjutnya trip berlanjut ke turunan jalan aspal, sebagian peserta kelompok pertama dan kedua masuk ke kanan ke single trek kebun jagung untuk masuk ke jalur yang agak-agak teknikal. Sebagian lagi lurus on road dan karena back ground sekolahan saya social maka saya cenderung untuk memilih menghindari trek teknikal ini, jadi gowes on road sampai cicaheum dimana si koneng sudah menunggu untuk loading sepeda, serta lontong opor van cicaheum yang sudah siap disantap. Overall trek ini menyenangkan kecuali masalah debu yang mengganggu pandangan dan juga deru suara motor cross yang mengganggu kekhusukan hati dalam menikmati alam.

Terima kasih terucap kepada Mener AM dan keluarga; man teman G!Mtb; para barudak Terjal; B2W Bandung ; ROBEK’s; Jacyco; dan teman-teman lainnya. Sedikit menyesal ndak sempat mendapat tauziah dari Ustadz AMRI karena perubahan yang mendadak ini. Menjelang romadhon ini pula saya muhun maaf kepada semua pihak yang telah saya repotkan dalam trip ini maupun berbagai trip sebelumnya.
Kept d gowes spirit a life
Wassalam,

No comments:

Post a Comment